Saturday 27 February 2010

HAKIKAT ADAM - TAFSIR SUFI - PEPERONITY.COM

Surat Al- Baqarah Ayat 30-41
Surat Al- Baqarah Ayat 30


Khilafah Sufistik

“ Dan ingatlah Tuhamu berfirman kepada para malaikat,” Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi.” Mereka berkata,” Apakah Engkau hendak menjadikan (khilafah) dimuka bumi itu orang yang melakukan perusakan didalamnya dan mengalirkan darah. Dan kami bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan hanya pada-Mu.” Maka Allah berfirman,”Sesungguhnya Aku Maha Tahu apa yang tidak kalian ketahui.”

Ayat ini mengisyaratkan rahasia Tuhan :
Pertama, tentang positioning malaikat dalam tata jagat semesta kemahlukkan yang pengetahuannya terbatas pada obyek-obyek dibawahnya sehingga ia tidak mengetahui rahasia-rahasia alam yang ada diatasnya.
Dua, positioning manusia yang diangkat sebagai khalifah dimuka bumi menunjukkan bahwa adanya yang tersembunyi dalam diri manusia itu sendiri yang tidak diketahui oleh para malaikat. Rahasia-rahasia itu antara lain, manusia diberi baju Adma’, Sifat, Af’al dan Dzat Allah yang ada dalam rahasia Ruh Allah.
Ketiga, malaikat memandang manusia sebagai perusak bumi dan pembunuh sesama, hal ini disebabkan oleh perspektif malaikat itu sendiri bahwa manusisa adalah wujud dari alam ruhani dan alam jasmani dimana ketika terjadi pertemuan kedua alam itu muncul hawa nafsu. Nafsu kebinatangan disatu sisi dan nafsu keganasan disisi lain yang menjadi cirri khas nafsu itu sendiri.
Keempat, ketidaktahuan malaikat terhadap rahasia Allah dibalik penjadian kekhalifahan disebabkan adanya hijab yang menghalangi musyahadahnya dengan Allah SWT. Karena pada hakikatnya memang hanya manusia saja yang bisa berhadapan dengan Allah.
Kelima, rahasia Allah justru terletak pada perpaduan dunia ruh dan dunia fisik yang ada pada manusia. Sesungguhnya ayat tersebut juga obyek dunia sufi mengenai konsep kekhalifahan sufistik. Para sufi memandang, bahwa khalifah adalah tajalli(manifestasi)-Nya Allah yang direspon oleh para hamba dalam ke-fana’an terhadap jabarut dan malakut serta lahut-nya Allah Ta’ala. Karena itu ayat tersebut juga mengandung rahasia keabadian yang merupakan pertemuan antara yang ‘azali dan yang abadi.

Berarti ada lima elemen utama yang minimal harus diketahui oleh manusia untuk mencapai derajat khalifah yang hakiki.

1. Manusia dapat mencapai derajat khalifah manakala manusia mampu mengalami ke-fana’-an total dalam ke-baqa’-an-Nya.
2. Manusia yang mengenal dirinya dalam ke-fana’an itu maka a akan mengenal Allah dalam ke-baqa’-an-Nya.
3. Sebuah kata-kata dari Allah seperti ayat diatas adalah wujud kepastian yang nyata.
4. Derajat kekhalifahan hanya bisa dicapai manakala manusia bisa mengalahkan nafsu hewani dan nafsu kebuasan yang destruktif.
5. Sirrulah (rahasia Allah), justru dihijabi yang pada hakikatnya tidak ada, apa yang kita lihat ada sekitar kita bukanlah ada yang sesungguhnya, sebab hakikat ada ialah Allah itu sendiri. Oleh karena itu tazkiyatun nafs yang diberikan oleh para sufi melalui pendidikan dan latihan ruhani merupakan gerbang awal dari Tasbih, Tahmid dan Taqdis yang selama ini menjadi wahana para malaikat sekaligus menjadi batin dari alam malakut. Dan kelak, seorang hamba baru akan “diwisuda” oleh Allah melalui toga kekhalifahan.

Protes malaikat diatas juga disebabkan oleh ketidaktahuannya akan perpaduan dua alam yang tersembunyi didalamnya, penampilan makna-makna Uluhiyah dan sifat-sifat Rabbaniyah. Yang dilihat malaikat hanyalah nafsu syahwat dan marah, yang melahirkan dsetruksi peperangan dan perusakan bumi, karena hubungan antara ruh dan badan. Wallahu A’lam.
Surat Al- Baqarah Ayat 31-33

Makhluk Unggulan Spiritual

“Dan Allah mengajari Adam semua nama-nama, kemudian Allah mengemukakannya kepada malaikat, lalu berfirman, “Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda-benda itu jika kamu memang termasuk orang-orang yang benar.!”

Mereka menjawab, “Maha Suci Engkau, tidak ada yang ...

...kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Allah berfirman, “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda itu.” Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, sesungguhnya Aku Mengetahui rahasia langit dan bumi, dan mengetahui apa yang kamu tampakkan dan kamu sembunyikan.”

Ayat di atas merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya mengenai “protes Malaikat” kepada Allah Ta’ala, soal khilafah bumi.

Allah mengajarkan nama-nama benda semesta itu melalui hati Adam as, sehingga ia mengenal hakikat benda-benda itu, manfaat dan bahayanya, lalu Adam as, mempresentasikan nama-namanya secara keseluruhan.
Pengakuan malaikat atas kelebihan-kelebihan Adam atas diri mereka merupakan bagian dari rahasia-rahasia Allah Ta’ala. Di samping manusia merupakan ahsanu taqwim, manusia merupakan prototipe “Cermin Ilahi” yang memancarkan Nur Muhammad, di mana, malaikat adalah bagian dari Nur Muhammad itu.

Allah mengetahui rahasia langit dan bumi, yang tidak diketahui oleh para malaikat, sesungguhnya adalah rahasia mahabbah dan ma’rifah yang dilimpahkan pada manusia. Para malaikat pun dilimpahi Kasih sayang-Nya dengan menyebutkan, “Aku Maha Tahu apa yang engkau tampakkan.” Maksudnya yang tampak pada para malaikat tentang manusia adalah mafsadah-mafsadah (kerusakan) yang muncul dari perpaduan antara jasad dan ruh yang suci, yang menimbulkan nafsu. Sementara Allah juga menyebutkan, “Apa yang kamu sembunyikan,” yaitu berupa penyucian-penyucian dan tasbih para malaikat kepada Allah Ta’ala.

Informasi mengenai pengetahuan semesta, secara universal telah dilimpahkan oleh Allah ta’ala kepada Adam as. Pada ayat tersebut jelas, bagaimana, pengetahuan malaikat terhadap informasi alam semesta dan hakikat-hakikatnya, harus melewati pengetahuan Adam as. Dan kelak keunggulan Adam itulah yang menjadikan dirinya ditakdirkan sebagai Khalifatullah fil Ardl..

Manusia memiliki kekuatan potensial untuk membangun peradaban bumi. Sementara malaikat akan terus menerus menyucikan Allah dan mentasbihkan Allah SWT.

Tetapi mahabbatullah dan ma’rifatullah itulah puncak prestasi manusia yang secara ‘ubudiyah merupakan bentuk lain dari Makhluk Unggulan Allah Ta’ala. Dari sana pula manusia mesti belajar merefleksikan dirinya, apakah kelak ia akan menjadi asfala safilin, atau makhluk paling rendah dan hina, karena jauh dari mahabbah dan ma’rifah, bahkan menjadi kafir atau sebaliknya ia akan menjadi ahsanu taqwim, manakala ia beriman dan beramal saleh. Beriman berarti meyakini, mencitai dan ma’ritaullah sebagai puncaknya, lalu teraksentuasikan dalam kerja kreatif peradaban yang saleh. Suatu kreasi manusia yang didasarkan pada keimanan yang dalam, dan berujud kesalehan sehari-hari.






Surat Al- Baqarah Ayat 34-35
Iblis Terjebak dalam Formalisme


“Dan ketika Kami katakan kepada para Malaikat, “Sujudlah kepada Adam!” Maka mereka pun bersujud, kecuali Iblis. Ia membangkang dan merasa besar diri, dan ia tergolong orang-orang yang kafir.” (Q.S. al-Baqarah: 34)

Ibnu Arabi mengatakan, bahwa perintah sujud kepada Adam, bukan bentuk penyembahan malaikat kepada Adam, tetapi sebagai bentuk penghormatan, karena kedudukan Adam lebih tinggi dibanding semua makhluk itu. Para malaikat taat dan tunduk kepada Adam.
Sementara iblis, yang memiliki potensi keraguan dan kesangsian, mengabaikan perintah Allah itu. Iblis mengabaikan perintah itu karena dia terhijab dari pemahaman hakikat Adam. Hijab itu adalah bentuk wujudnya Adam saja yang dilihat oleh iblis, wujud formal dan tekstualnya, sehingga iblis kehilangan hakikat Adam. Padahal kalau iblis tahu akan makna-makna hikmah samawiyah pada Adam, pasti ia akan tetap dalam mahabbah menuju ridla Allah Ta’ala.

Iblis itu sendiri termasuk kalangan jin, yaitu kelompok makhluk dari alam malakut paling bawah yang sudah berbaur dengan potensi-potensi kebumian. Ia tumbuh dan terdidik antara fenomena malaikat-malaikat langit untuk memahami makna-makna yang bersifat parsial, lalu ia dinaikkan sampai pada ufuk rasional. Tidak aneh jika ada sejumlah binatang, yang memiliki “kecerdasan” mendekati manusia.

Iblis menolak terhadap perintah Allah, justru karena iblis mengabaikan akal budi dan himmah yang ada pada dirinya, sehingga memunculkan sifat takabur terhadap format Adam yang terbuat dari tanah itu. Iblis terhijab dari memandang hakikat-hakikat Adam dari balik gumpalan tanah itu. Sehingga ia tergolong orang yang kafir sejak ‘azali yang ...

...terhijab dari cahaya-cahaya akal budi dan cahaya “perpaduan” ciptaan, apalagi dari cahaya-cahaya kesatuan.

Maka dari itu, Allah Ta’ala selanjutnya berfirman:

“Dan Kami katakan, “Wahai Adam, hunilah surga, dirimu dan istrimu, dan makanlah kalian berdua, makanan semau kalian. Dan janganlah kalian berdua mendekati pohon ini, yang menyebabkan kalian berdua termasuk orang-orang yang zhalim.” (al-Baqarah 35).

Siapakah hakikat istri Adam itu? Ia adalah nafsu yang namanya Hawa, karena berinteraksi dengan jasad yang bersifat gelap. Hidup itu sendiri jika dimetaforkan pada warna, adalah warna hitam. Sebagaimana hati disebut Adam, karena kata Adam itu berkaitan dengan fisik, tetapi tidak bersifat lazim pada karakter. Karena kata “Adamah” berarti kelabu, yaitu warna yang diarahkan menuju warna hitam.

Sedangkan surga tempat ia diperintah untuk menghuninya itu, adalah langit alam arwah yang menjadi Raudlatul Quds (Taman Suci). Di sanalah keduanya diperintahkan untuk mengkonsumi apa saja, dari segala makna, hikmah, ma’rifah yang sesungguhnya merupakan konsumsi kalbu itu sendiri, sekaligus menjadi hidangan ruhani, dari segala maqam, martabat, derajat dan tingkat-tingkat spiritual, selamanya tanpa ada batas.
Pohon larangan yang secara hakiki tidak boleh didekati oleh Adam dan Hawa, merupakan pohon zhulmah (kegelapan), karena seluruh elemen duniawi ada di dalam pohon tersebut.(Bersambung)

Surat Al- Baqarah Ayat 36-39
Bersalahkah Nabi Adam AS ?


“Lalu keduanya digelincirkan oleh syetan dari syurga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfiman, “Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.”

Kemudian Adam menerima beberapa Kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.

Kami berfirman, “Turunlah kamu semua dari syurga itu. Maka jika datang petunjukKu kepadamu, lalu siapa yang menerima petunjukKu, maka mereka tidak ada ketakutan dan tidak ada kesusahan.”

“Sedangkan orang-orang yang kafir dan mendustakan petunjuk Kami mereka itu penghuni neraka, kekal di dalamnya.”

Ayat-ayat ini masih berkait dengan edisi lalu, mengenai pertarungan antara syetan dengan Adam as. Kegagalan Adam as, sesungguhnya bagian dari rahasia-rahasia Allah swt., kalau tidak sama sekali disebut sebagai bagian dari “sandiwara Ilahiyah”, untuk menunjukkan kekuasaan Allah swt terhadap para hamba-hambaNya, sekaligus menjelaskan cinta dan kasih sayangnya secara nyata.

Dari segi syariat, Adam as telah melakukan kesalahan atau dosa karena melanggar perintah Allah swt, melalui rekayasa syetan yang terus menggodanya. Tetapi dari segi hakikat, sesungguhnya peristiwa turunnya Adam ke muka bumi merupakan bentuk dari ketidakberdayaan hamba di hadapan Allah swt. Persdpektif hakikat ini, harus dipandang secara hakiki pula, dimana hal-hal yang bersifat akal rasional harus ditepiskan. Tetapi harus dipahami menurut kecerdasan ruhani kita, dengan memandfang peristiwa tersebut dari dimensi Ilahiyah.

Sebab dalam peristiwa itu terkandung beberapa hikmah yang agung:
1. Tanpa turunnya Adam as, ke muka bumi, kita semua tidak mungkin ada, dan Nabi Muhammad saw, yang menjadi pusat gravitasi cahaya yang melahirkan makhluk-makhluk di jagad semesta juga tidak mungkin ada.
2. Manusia dan hamba adalah tempat salah dan dosa. Klaim seorang hamba mendapatkan atau bisa melakukan sebuah kebenaran adalah mustahil. Karena itu, kebenaran pasti dari Allah Ta’ala, dan kesalahan pasti dari manusia. Seseorang mendapatkan kebenaran semata karena hidayah Allah pada hamba tersebut, selebihnya, jika manusia berjalan dengan sendirinya, ia justru akan meraih kegelapan demi kegelapan.
3. Sebesar apa pun dosa seorang hamba, jika sang hamba kembali bertobat kepada Allah swt, niscaya akan diterima taubatnya, dan ia akan lahir kembali dengan bimbingan Allah Ta’ala. Dosa Adam as, adalah dosa terbesar jika dibandingkan dengan seluruh dosa-dosa hamba Allah, maka dosa Adam adalah dosa terbesar. Allah masih mengampuni kecuali jika sang hamba musyrik, lalu tidak kembali pada jalan Allah Ta’ala.
4. Di bumi, manusia senantiasa berjalan di dunia dzulumat atau kegelapan. Kegelapan itulah sumber ketakutan dan kegelisahan yang sesungguhnya. Maka siapa pun yang mengalami kegelisahan dan ketakutan, sesungguhnya ada segumpal kegelapan pada dirinya. Yang menghapus kegelapan adalah Cahaya Allah yang menyinari bumi, hingga melahirkan petunjuk yang benar.
5. Sebaliknya, mereka yang enggan dan kafir terhadap petunjuk Allah ia akan terlepar dalam kegelapannya sendiri, yaitu neraka kekal yang ada di depannya.
Pertarungan selanjutnya adalah pertarungan antara gelap dan terang. Di tengah-tengah pertarungan itu muncullah nafsu yang senantiasa ditunggangi syetan, agar manusia terus ........

...terseret oleh kegelapan itu sendiri.

Nafsu adalah produk dfari pertemuan antara ruh dan jasad dunia, yang secara alamiyah memiliki kecvenderungan merusak lingkungan dan menumpahkan darah. Dari potensi-potensi nafsu itulah muncul apa yang disebut dengan dimensi-dimensi akhlak madzmumat atau mdzlumat yang sangat negatif. Tetapi manusia juga memiliki dimensi Ilahiyah yang kelak melahirkan al-akhlaqul mahmudah., yang mendorong manusia itu terus menerus berbuat positip.

Dalam perspektif Sufi, manusia lebih baik melihat dimensi-dimensi negatif dirinya, cacat-cacat jiwanya, perilaku buruknya, ketimbang menyelami rahasia positipnya, bahkan rahasia Ilahiyah dibalik dimensi spiritualnya. Sebab ketika manusia mengenal kelemahan, cacat, kezaliman dirinya, ia akan menyadari betapa penbtingnya pembersihan jiwa. Ketika manusia melakukan proses pembersihan jiwa itulah proses positip secara ruhani otomatis masuk dalam ruhaninya.

Rahasia-rahasia Ilahiyah akan tersingkap begitu saja, manakala jiwa-jiowa kita siap menerimanya, memantulkan cermin cahaya Iolahiyah itu. Tetapi segalanya malah akan gagal, seterang apa pun cahaya itu, manakala mosaik cermin kita mengalami keburaman. Sehingga kebenaran dan nilai-nilai keagungan Ilahiyah tidak tampak dalam pantulan hidayah jiwanya.

Surat Al- Baqarah Ayat 40-41
Peringatan-peringatan Ruhani dan Hijab Akidah

“Wahai Bani Israil, ingatlah kalian akan nikmat-Ku, yang telah Aku berikan kepada kamu, dan tepatilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu, dan hanya kepada-Ku-lah kamu menyembah (tunduk).”

“Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (al-Qur’an), yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama-tama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menjual ayat-ayat-Ku dengan harga rendah, dan hanya kepada-Ku-lah kamu bertakwa.”

Ibnu Arabi mengatakan dalam Tafsir Tasawufnya, bahwa Bani Israil sebenarnya tergolong kelompok halus Budi Ilahi (Ahlul Luthfil Ilahi), penerima nikmat hidayah dan Nubuwwah, dan karena itu, Allah mengingatkan mereka dengan kebesaran dan nikmat yang dahulu itu. Di samping mengingatkan akan perjanjian yang harus dipenuhi antara Allah dan Bani Israil.
Allah mengingatkan kembali kepada mereka karena mereka telah alpa dalam kenikmatan semu hijab akidahnya sendiri, sehingga Bani Israil merasa superior. Dan superioritas itulah yang sesungguhnya bisa menjadi tabir hubungan antara hamba dengan Allah Ta’ala.
Nikmat Tajalli Af’al dan Sifat Ilahiyah yang dihamparkan oleh Allah untuk menuju tauhid Dzat atau tersingkapnya Hijab Dzat, sangat berhubungan dengan al-Qur’an yang diturunkan di kemudian waktu, yang membenarkan Taurat. Taurat yang merupakan Tajalli Af’al, sementara al-Qur’an adalah Tajalli Sifat Allah, adalah penyempurna agar penyingkapan Dzatullah semakin dekat.
Karena itu peringatan Allah terus berlanjut, “Janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepada-Ku.” Maksudnya janganlah kamu, justru menjadi pelopor hamba Allah yang memasuki alam hijab-Ku, karena hijab akidahmu selama ini, karena kamu menjual ayat-ayat-Ku -- sebagaimana dalam Surat Ikhlas dan Ayat Kursi -- yang menunjukkan penampakan Sifat dan Dzat-Ku, dengan harga yang hina, yaitu dengan hijab yang gelap gulita darimu.
Hijab hina itu berupa sifat-sifat nafsu atau egoisme maniak yang menyeret mereka pada hedonisme atau kenikmatan fisik material belaka, di samping hasratmu pada balasan pahala amaliyah dengan pentauhidan Af’al Allah.
Karena itu hendaklah Bani Israil itu waspada adanya syirik, takutlah pula dari lecutan keperkasaan-Ku, kebesaran-Ku, hijab-Ku, dengan cara kalian meraih ridla-Ku. Karenanya janganlah kalian membuat ketetapan sifat selain Diri-Ku.

No comments:

Post a Comment